Total Tayangan Halaman

Kamis, 05 Agustus 2021

KULTUR JARINGAN

 Kultur jaringan tanaman (mikropropagasi) merupakan teknik perbanyakan (propagasi) tumbuhan secara vegetatif dengan memanipulasi jaringan somatik dengan menumbuh kembangkan bagian tanaman, baik berupa sel, jaringan atau organ dalam kondisi aseptik secara in vitro. Teknik kultur jaringan dicirikan dengan kondisi yang aseptik atau steril dari segala macam bentuk kontaminan, menggunakan media kultur yang memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan menggunakan ZPT (zat pengatur tumbuh), serta kondisi ruang tempat pelaksanaan kultur jaringan diatur suhu dan pencahayaannya.

 

Kultur Jaringan membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan induknya. Teori yang menjadi dasar kultur jaringan adalah teori totipotensi sel, yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, bahwa bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, jika dibudidayakan di lingkungan yang sesuai, dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Tanaman dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu :

 

1. seksual (generatif), dengan biji

2. aseksual (vegetatif), dengan bagian dari tanaman selain biji

 

Kultur Jaringan sering dilakukan pada tanaman-tanaman yang mempunyai kendala dimana perbanyakan generatif tidak mungkin dapat dilakukan, sehingga perbanyakan vegetatif merupakan alternatifnya.

 

Misal :

 

1. sangat sedikit atau tidak ada biji yang dihasilkan

2. tidak mempunyai endosperm (pada biji anggrek)

 

Apa tujuan dan manfaat dari kultur jaringan? Tujuan dari kultur jaringan adalah sebagai berikut :

 

  • Kultur jaringan dapat memperbanyak tanaman dengan sifat seperti induknya, pembiakan ini termasuk pembiakan secara vegetatif, yaitu individu baru terjadi dari bagian tubuh suatu induk. Oleh karena itu, individu yang baru terbentuk mempunyai sifat yang sama dengan induknya.

  • Perbanyakan tanaman dengan teknik ini membuat tanaman bebas dari penyakit karena dilakukan secara aseptik.

  • Penggunaan metode ini sangat ekonomis dan komersial karena bahan tanaman awal yang diperlukan hanya sedikit atau satu bagian kecil yang menghasilkan turunan dalam jumlah besar, sehingga penyediaan bibit dalam jumlah yang besar tidak memerlukan banyak tanaman induk.

 

Perhatikan gambar di bawah ini!

Perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan

Perbanyakan tanaman dengan biji

Kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang identik induknya dalam jumlah yang besar. Sedangkan perbanyakan tanaman dengan biji (kacang merah) hanya menghasilkan satu jenis tanaman yang sama.



Manfaat Kultur Jaringan

•      Melestarikan sifat tanaman induk

•      Menghasilkan tanaman yang memiliki sifat sama

•      Menghasilkan tanaman baru dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat

•      Dapat menghasilkan tanaman yang bebas virus

•      Dapat dijadikan sarana untuk melestarikan plasma nutfah

•      Untuk menciptakan varietas baru melalui rekayasa genetika. Sel yang telah direkayasa dikembangkan melalui kultur jaringan sehingga menjadi tanaman baru secara lengkap

•      Pelaksanaannya tidak tergantung pada musim.


Kelemahan Kultur Jaringan

•      Diperlukan biaya awal yang relatif tinggi

•      Hanya mampu dilakukan oleh orang-orang tertentu, karena memerlukan keahlian khusus

•      Bibit hasil kultur jaringan memerlukan proses aklimatisasi, karena terbiasa dalam kondisi lembap dan aseptik.


Keuntungan Kultur Jaringan

•      Pengadaan bibit tidak tergantung musim

•      Bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan waktu yang relatif lebih cepat  (dari satu mata tunas yang sudah respon dalam 1 tahun dapat dihasilkan minimal 10.000 planlet/bibit)

•      Bibit yang dihasilkan seragam

•      Bibit yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)

•      Biaya pengangkutan bibit relatif lebih murah dan mudah

•      Dalam proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan lingkungan  lainnya

•      Dapat diperoleh sifat-sifat yang dikehendaki

•      Metabolit sekunder tanaman segera didapat tanpa perlu menunggu tanaman dewasa


Tahapan yang dilakukan dalam perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:

a. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman Induk Sumber Eksplan

Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca atau greenhouse agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumber kontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro.

b. Inisiasi Kultur

Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1976). ini mengusahakan kultur yang aseptik atau aksenik. Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkan akan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell, 1976).

c. Sterilisasi

Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga sterail. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan juga harus steril.

d. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya. Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1976). Hormon yang digunakan untuk merangsang pembentukan tunas tersebut berasal dari golongan sitokinin seperti BAP, 2-iP, kinetin, atau thidiadzuron (TDZ).

e. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Wetherell, 1976). Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya.

f. Aklimatisasi

Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi.

Macam-Macam Kultur Jaringan

•      Kultur meristem, menggunakan jaringan (akar, batang, daun) yang muda atau meristematik

•      Kultur  anter, menggunakan kepala sari sebagai eksplan

•      Kultur embrio, menggunakan embrio. Misalnya pada embrio kelapa kopyor yang sulit dikembangbiakan secara alamiah

•      Kultur protoplas, menggunakan sel jaringan hidup sehingga eksplan tanpa dinding

•      Kultur kloroplas, menggunakan kloroplas. Kultur ini biasanya untuk memperbaiki atau membuat varietas baru

•      Kultur polen, menggunakan serbuk sari sebagai eksplannya.